Sosok ayah kerap kali dikenal dengan karakter yang tegas dalam mendidik anak, umumnya ayah akan membiarkan anaknya merasakan sesuatu hal yang memberikan anak efek jera jika melakukan kesalahan, seorang ayah biasanya akan mengajarkan sebab - akibat pada anak sedari kecil.
Keras dalam mendisiplinkan anak tidaklah salah, namun konteks keras bukan berarti melakukan kekerasan, mirisnya masih banyak ayah yang melakukan tindak kekerasan baik verbal maupun non-verbal kepada anak anaknya, terutama anak lelakinya yang di didik tidak boleh memiliki mental lembek.
Namun perlu diketahui bahwa ternyata, kekerasan tersebut dapat memberikan efek atau dampak yang fatal pada pertumbuhan anak. Kekerasan yang dialami anak semasa kecil sangat berpengaruh pada anak, hingga ia dewasa. Dampak kekerasan yang terjadi tidak hanya membuat anak tidak menikmati masa kecilnya, namun anak juga penuh dengan ketakutan dan trauma.
Tidak hanya punya luka emosional dan gangguan mental, kekerasan pada anak juga berpengaruh pada fisiknya sendiri. Berikut dampak kekerasan pada anak usia dini yang penting untuk ayah ketahui.
Penurunan Fungsi Otak
Perkembangan otak yang merupakan salah satu organ vital, bekerja sangat optimal ketika anak-anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi saat itu amatlah cepat. Adanya kekerasan berupa bentakan, kalimat kasar, atau bahkan pukulan hingga penyiksaan tentu berpengaruh besar dalam perkembangan tersebut. Alhasil, perkembangan otak menjadi terganggu.
Dengan kata lain, anak mengalami penurunan fungsi otak. Jika fungsi otak tidak maksimal, maka anak akan kesulitan memusatkan diri dalam mempelajari hal-hal baru. Dalam jangka panjang, prestasi akademik anak bisa menurun. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan adanya risiko demensia ketika anak sudah lanjut usia.
Baca Juga : 8 Hal yang Bisa Ayah Lakukan untuk Merawat Anak yang Baru Lahir
Sulit Mengendalikan Emosi
Pada umumnya anak yang menjadi korban kekerasan, baik secara verbal, psikal, maupun mental, cenderung sulit mengelola emosi dengan baik. Tak jarang emosi yang dirasakan akan berlebihan, baik itu ketika anak merasa sedih, marah, atau mudah takut. Bahkan banyak anak yang condong punya sikap temperamen.
Ketidakmampuan mengelola emosi ini bisa saja berlanjut hingga dia dewasa dan tentu saja dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas lainnya, seperti sulit memaafkan kesalahan orang lain, tak dapat bekerja secara efektif, dan tidak dapat diajak berkompromi, hingga mengurangi fokus disaat melakukan sesuatu.
Kesulitan Menjalin Relasi
Bersosialisasi merupakan tindakan sosial yang sudah seharusnya manusia lakukan dalam keseharian. Sayangnya, anak - anak yang mengalami kekerasan sejak usia dini akan merasa kesulitan membangun relasi dengan orang lain. Hal tersebut bisa terjadi lantaran anak sering merasa curiga dan sulit mempercayai orang lain, bahkan merasa tidak nyaman hingga terancam jika berada di dekat orang lain.
Akibatnya, anak jadi kesulitan mempertahankan hubungan dengan orang di sekitarnya dan sering merasa kesepian. Berbagai penelitian bahkan menunjukkan jika anak korban kekerasan punya kemungkinan besar mengalami kegagalan dalam hubungan asmara atau pernikahan ketika sudah dewasa.
Punya Risiko Tinggi Alami Gangguan Kesehatan
Kekerasan yang dialami anak dapat berdampak pada kesehatan termasuk kesehatan mentalnya sehingga berdampak pada kesehatan tubuhnya. Anak akan rentan menderita penyakit seperti depresi, diabetes, jantung koroner, serangan panik, dan juga stroke.
Tak hanya merusak kesehatan, kekerasan yang diterima juga dapat menjerumuskan anak pada pergaulan yang salah seperti perilaku alkoholik, menggunakan narkoba, atau seks bebas sebagai cara mengatasi trauma atau luka yang dirasakan. Puncaknya, semua itu dapat mengarah pada self harm atau menyakiti diri sendiri, bahkan hingga bunuh diri.
Baca Juga : 8 Hal yang Bisa Ayah Lakukan untuk Merawat Anak yang Baru Lahir
Menjadi Pelaku Kekerasan pada Anak Selanjutnya
Orang tua yang melakukan kekerasan pada anak bisa jadi adalah korban kekerasan orang tuanya di masa lalu. Peristiwa masa kecil itu secara tidak sadar terekam dalam alam bawah sadar dan pada akhirnya diterapkan ketika mengasuh anak. Siklus ini akan terus berlanjut jika korban tidak mendapat penanganan dan sembuh dari trauma yang dimiliki.
Sangat diprihatinkan, karena kekerasan pada anak dapat menimbulkan masalah yang berkelanjutan dan tidak hanya berpotensi merusak satu anak, tetapi juga beberapa generasi selanjutnya. Sehingga sudah tugas ayah sebagai orang tua untuk memutus rantai peristiwa dan trauma seperti itu sejak ayah berkeluarga.